Apa makna dan cerita di balik logo Starbucks?

Mari kita bahas satu-satu tentang makna dan cerita di balik logo Starbucks.

Secara visual, makhluk yang kamu lihat di logo Starbucks itu bisa diinterpretasikan sebagai makhluk mitos yang bernama Mélusine.

Mélusine adalah salah satu legenda lama Skandinavia tentang putri duyung yang berekor dua, di mana Mélusine digambarkan sebagai arwah penjaga air tawar yang mendiami danau atau sungai yang dinilai sakral.

melusine.jpg

Gambar 1: Ilustrasi dari Mélusine karya Jean d’Arras, seniman asal Perancis di abad ke-19. Sumber.

Namun karena legenda di negara barat (seperti halnya di tempat lain) itu terkadang bercampur dan tidak selalu konsisten penceritaannya, makhluk putri duyung perempuan seperti ini memang secara luas lebih dikenal dengan nama Siren. Walau kebanyakan orang mengetahui bahwa makhluk di gambar logo Starbucks itu adalah Siren, jika kamu teliti lagi asal-usul ceritanya, kebanyakan dari penggambaran Siren adalah putri duyung berekor satu, dan tidak jarang mereka juga bisa menjelma menjadi manusia.

sirens-draper-painting-600x466.jpg

Gambar 2: Ulysses and the Sirens (Ulysses dan Para Siren) oleh Herbert James Draper, 1909. Lukisan disimpan di Ferens Art Gallery, Hull Museums, UK. Sumber.

Bahkan jika ditelusuri lagi, sebetulnya pada legenda Yunani itu sendiri, beberapa catatan sejarah menyatakan bahwa Siren justru bukanlah berbentuk putri duyung, melainkan wanita bersayap seperti burung.

waterhouse_ulises_sirenas.jpg

Gambar 3: Odysseus and the Sirens (Odysseus dan Para Siren) karya John William Waterhouse, 1891. Menunjukkan raja-prajurit Yunani terikat di tiang kapalnya sendiri saat nyanyian para siren ini dikumandangkan. Sumber.

Jadi sebetulnya lebih tepat jika si duyung ini dipanggil Mélusine, walau saya rasa orang akan sulit langsung ngeh juga jika nama Mélusine itu disebut dibandingkan Siren yang lebih populer.

Siren itu sendiri secara populer biasanya digambarkan sebagai makhluk berupa putri duyung yang mendiami lautan lepas dan pandai sekali menyanyi. Dalam ceritanya, biasanya tempat tinggal mereka itu adalah bagian laut yang penuh dengan karang dan kabut, yang berfungsi untuk menenggelamkan kapal. Ini disebabkan karena salah satu kegemaran mereka itu adalah menjebak kapal layar yang mendekat dengan senandung yang mereka nyanyikan, mengarahkan kapal para pelaut ke dalam rumah mereka sehingga kapal-kapal yang mendekat ini akan menabrak karang tersebut dan tenggelam.

Legenda bercerita, bahwa Siren suka sekali bernyanyi di saat ada kapal layar yang melintas, menggoda mereka untuk mendekat karena penasaran, dengan tujuan menjebak mereka. Nyanyian mereka kerap diceritakan sebagai nyanyian yang sangat merdu dan menggoda, bak suara bidadari. Dan boleh diingat juga bahwa di saat cerita ini sangat populer, kebanyakan pelaut adalah laki-laki, sehingga tentunya membuat suara wanita merdu di tengah laut itu dipercaya memiliki dampak yang lebih ampuh lagi dibandingkan jika pelaut itu kebanyakan adalah wanita. Cerita ini adalah salah satu dari banyak cerita mitos yang mencoba memberi alasan mengapa banyak pelaut dan kapal yang berlayar dari pelabuhan itu tidak pernah kembali. Karena mereka dipercaya telah digoda oleh makhluk Siren ini, dan tenggelam ke dasar laut beserta kapal-kapalnya.

Logo Starbucks yang modern memang tidak terlalu jelas menunjukkan makhluk ini, namun jika kamu melihat sejarah dari Starbucks, kamu akan bisa melihat lebih jelas seperti apa makhluk yang digambarkan ini:

Gambar 4: Logo Starbucks saat didirikan di tahun 1971. Sumber.

Nah, mengapa Starbucks memilih logo putri duyung berekor dua? Hal ini dijelaskan di beberapa sumber, bahwa pendiri Starbucks mendapat inspirasi dari budaya melaut para pedagang kopi pada masa lalu:

Terjemahan:
Saat kami mencari logo untuk Starbucks di tahun 1971, kami mau mencoba mengkapsulasi tradisi melaut para pedagang kopi pada masa lampau. Kami menelusuri banyak buku-buku tua tentang kelautan, sampai kami berakhir dengan ide membuat logo berdasarkan legenda Norse di abad ke-16: putri duyung berekor dua, dibingkai lingkaran dengan nama toko kami pertama kali, Starbucks Coffee, Tea and Spice.

Gambar 5: Foto toko Starbucks di zaman mereka baru dibuka. Sumber.

Sampai sini kamu mungkin heran juga, kenapa kok budaya melaut itu digambarkan sebagai makhluk legenda yang asalnya dari sungai/air tawar? Nah di sini dia kadang satu hal yang orang tidak banyak tahu, bahwa pembuatan logo itu banyak dipengaruhi dengan yang namanya selera dan preferensi saja. Tidak jarang juga sebetulnya arti di balik logo itu tidak serumit yang orang pikir.

Hal ini tergambarkan pada logo merek terkenal seperti Apple, yang menjadi legenda modern bagaimana asalnya kok bisa seperti itu, bahwa seakan-akan logonya adalah tribut untuk Alan Turing, atau simbol dari apel di Taman Eden dsb, namun pada kenyataannya logonya dibuat bukan dengan pemikiran macam-macam seperti yang banyak cerita suka sebutkan:

Terjemahan:
Harus dengan sedih dikatakan, bahwa kenyataan itu berkata lain [tentang logo Apple]. Di wawancara tahun 2009 dengan CreativeBits, desainer asli logo Rob Janoff dipertanyakan tentang teori-teori yang ada tentang logo yang ia buat. Dia membantah cerita bahwa inspirasi logo di dapat dari cerita Sir Isaac atau Alkitab, dan walau dia mengakatan dia sangat terkesan dengan cerita-cerita ini dan juga dugaan koneksi logo Apple dengan cerita Alan Turing, dia tidak tahu menahu tentang cerita ini pada saat membuat logo.

“Saya kuatir tidak ada hubungannya dengan semua itu,” katanya. “Itu urban legend yang sangat menarik”.

Janoff katakan bahwa dulu dia tidak mendapat brief yang spesifik dari Steve Jobs, dan walau dia tidak ingat jelas bagaimana dia bisa keluar dengan ide sebuah apel, alasan kenapa ada ‘gigitan’ di apel itu masih diingat jelas: gigitan itu di sana untuk skala saja, katanya, jadinya jika logo Apple itu berukuran kecil, logo nya masih terlihat seperti apel dan bukan cherry.

Mungkin kamu kecewa ya mendengar hal-hal seperti ini, jika kamu kebetulan sudah pernah dengar cerita-cerita romantisasi logo Apple sebelum kamu membaca hal ini. Tapi tidak usah kuatir, kamu tidak sendiri—manusia itu secara naluri memang suka namanya melebih-lebihkan cerita dan membuat satu kisah terkesan/terdengar lebih penting dari kenyataannya.

Nah kembali lagi ke logo Starbucks: dalam perjalanannya, logo Starbucks mengalami beberapa perubahan desain, sampai dengan ke logo yang kamu lihat sekarang ini.

starbucks-approved.jpg

Gambar 6: Perjalanan desain logo Starbucks dari waktu ke waktu. Sumber.

Pada intinya secara konsep, logonya tidak berubah terlalu drastis, karena desain dari putri duyung berekor dua di dalam lingkaran di sini masih dipertahankan. Namun memang secara visual kamu juga bisa lihat bagaimana desain logo secara keseluruhan sudah disederhanakan sedemikian rupanya untuk beradaptasi dengan tren desain grafis pada zaman-zaman tersebut.

Pada saat pembuatan logo Starbucks baru di 1987, warna hijau diperkenalkan sebagai simbol dari ‘pertumbuhan’:

Terjemahan:
Menyempurnakan Merek
Pada tahun 1987, perusahaan [Starbucks] telah diakuisisi oleh Howard Schultz dan merevisi ulang mereknya dengan pendekatan yang lebih konservatif. Warna hijau yang sekarang sudah mendunia diperkenalkan di sini — sebuah simbol dari pertumbuhan yang akan bersemi dari bibit-bibit kesuksesan perusahaan di kemudian hari.

Berikut juga saya tambahkan ilustrasi bagaimana logo-logo dari Starbucks diterapkan ke gelas mereka dari waktu ke waktu:

starbucks cups.jpg

Gambar 7: Perjalanan desain logo Starbucks diterapkan ke gelas dari waktu ke waktu. Sumber.

Dan khusus untuk logo terakhir yang didesain di tahun 2011, alasan mengapa mereka menghilangkan bingkai dan tulisan “Starbucks Coffee” di semua logo mereka itu adalah alasan yang cukup menarik: selain ingin merayakan 40 tahun dari merek Starbucks itu sendiri, mereka juga ingin menegaskan bahwa simbol Starbucks sendiri itu sudah merupakan simbol yang mendunia dan iconic, sehingga logonya kembali disederhanakan dengan meniadakan bingkai hijau dan menyisakan hanya putri duyungnya saja, dan mengubah latar belakang menjadi hijau, karena warna hijau sudah menjadi karakteristik khusus dari merek Starbucks.

Hal ini juga disebutkan, dilakukan supaya Starbucks secara korporat memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi tentang arah dari aneka produk mereka, sehingga mereka diharapkan bisa lebih bereksplorasi di luar produk-produk sekitar kopi saja:

Terjemahan:
Versi terkini dari logo Starbucks yang diperkenalkan tahun 2011 adalah bagian dari perayaan ulang tahun ke-40 dari perusahaan Starbucks. Desain ulang dari logo ini membesarkan ukuran siren sembari menghilangkan bingkai lingkaran hijau beserta tulisan merek “Starbucks Coffee”. Desain logo kontroversial ‘tidak bernama’ ini “memberikan kebebasan lebih dan fleksibilitas untuk berpikir di luar produk kopi, namun jangan salah … kami akan tetap melanjutkan usaha kami menjadi merek terdepan untuk produk kopi berkualitas tertinggi.”>Selama perjalanannya, Starbucks telah merevitalisasi kembali desain dari logo mereka tanpa kehilangan identitasnya. Warna hijau di sini, siren Starbucks, serta reputasi merek Starbucks telah berkontribusi besar dalam perjalanan mereka menjadi *multi-billion dollar empire,* di mana kesederhanaan dari mereknya sudah sangat mudah dikenali dan akrab di mata semua orang. Kami penasaran seperti apakah masa depan untuk logo ini nantinya.

Selama perjalanannya, Starbucks telah merevitalisasi kembali desain dari logo mereka tanpa kehilangan identitasnya. Warna hijau di sini, siren Starbucks, serta reputasi merek Starbucks telah berkontribusi besar dalam perjalanan mereka menjadi multi-billion dollar empire, di mana kesederhanaan dari mereknya sudah sangat mudah dikenali dan akrab di mata semua orang. Kami penasaran seperti apakah masa depan untuk logo ini nantinya.

Uraian dari artikel [9]:

Terjemahan:
Versi terkini dari logo Starbucks yang diperkenalkan tahun 2011 adalah bagian dari perayaan ulang tahun ke-40 dari perusahaan Starbucks. Desain ulang dari logo ini membesarkan ukuran siren sembari menghilangkan bingkai lingkaran hijau beserta tulisan merek “Starbucks Coffee”. Desain logo kontroversial ‘tidak bernama’ ini “memberikan kebebasan lebih dan fleksibilitas untuk berpikir di luar produk kopi, namun jangan salah … kami akan tetap melanjutkan usaha kami menjadi merek terdepan untuk produk kopi berkualitas tertinggi.”

Selama perjalanannya, Starbucks telah merevitalisasi kembali desain dari logo mereka tanpa kehilangan identitasnya. Warna hijau di sini, siren Starbucks, serta reputasi merek Starbucks telah berkontribusi besar dalam perjalanan mereka menjadi multi-billion dollar empire, di mana kesederhanaan dari mereknya sudah sangat mudah dikenali dan akrab di mata semua orang. Kami penasaran seperti apakah masa depan untuk logo ini nantinya.

Dan juga dari artikel [10]:

Terjemahan:
Para petinggi di Starbucks mengatakan bahwa perubahan di logo adalah metafora dari strategi perusahaan untuk melepaskan batasan-batasan perusahaan dan bertumbuh ke tempat-tempat yang baru. Para ahli marketing setuju.

“Merek ini sekarang sudah berevolusi ke satu titik di mana asosiasinya terhadap produk kopi itu terlalu mengekang dan membatasi gerakan,” jelas John Quelch, seorang professor marketing di Harvard Business School. “Starbucks sekarang ini sebetulnya sudah menjual sebuah pengalaman, tapi itu bukan berarti pengalaman tersebut berasal dari meneguk kopi saja. Ini tentunya sangat penting pada saat ini jika mereka tidak memiliki logo yang terlalu mengekang mereka.”

Semoga ini membantu.

Catatan Kaki

  1. European studies blog
  2. Double tailed mermaids
  3. Sirens Mythology – Crystalinks
  4. Sirens of Greek Myth Were Bird-Women, Not Mermaids
  5. Siren (mythology) – Wikipedia
  6. History of the Starbucks Logo | Fine Print Art
  7. Unraveling the tale behind the Apple logo
  8. Starbucks Logo – An Overview of Design, History and Evolution
  9. Ever Evolving : how the logo designs of Starbucks, Apple and Google have changed
  10. New Starbucks Logo Unveiled (PHOTO)

Terima kasih untuk permintaan jawabannya:

2018-11-29 Pertanyaan 1.png

Bisakah kamu menekuni dunia desain grafis tanpa mempunyai keahlian menggambar sama sekali?

Jawaban singkat — Bisa saja, asalkan kamu memiliki niat yang tinggi dan mau belajar. Karena dalam desain grafis, keahlian menggambar itu bukan faktor yang terpenting dalam menentukan sukses tidaknya seseorang dalam bidangnya. Tentu tidak ada salahnya (dan sangatlah baik) jika kamu bisa menggambar, namun dalam fakultas yang satu ini, menggambar bukanlah hal utama yang menjadi fokus pembelajaran kamu. Akan saya jelaskan apa maksud saya di sini.

Jawaban panjang — Pada dasarnya desain grafis itu bukanlah satu fakultas yang membutuhkan keahlian menggambar bagaikan dewa, atau bisa menyaingi pelukis legendaris seperti Pablo Picasso atau Vincent Van Gogh. Tentu adalah sesuatu yang sangat baik jika kamu bisa menggambar, namun jika tidak bisa pun, jika kamu memang mau dan berniat, kamu toh juga masih bisa belajar menggambar. Namun seperti saya jelaskan sedikit sebelumnya, dalam desain grafis kemampuan menggambar itu hanyalah salah satu dari banyak faktor yang menentukan apakah kamu bisa menonjol di antara teman-teman seperjuangan kamu nanti. Faktor lain yang besar juga pengaruhnya adalah keahlian kamu dalam menciptakan konsep kreatif dan juga apakah kamu bisa membuat karakteristik/gaya yang unik dalam karya kamu.

Digital Art Compiled.jpg

Gambar 1: Kompilasi contoh karya desain grafis dari berbagai sumber.

Definisi dari desain grafis secara luas itu sendiri sebetulnya cukup merangkum karakteristik dari fakultas seni komersil ini, yaitu:

Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam disain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol-simbol yang bisa dibunyikan. disain grafis diterapkan dalam disain komunikasi dan fine art. Seperti jenis disain lainnya, disain grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan, metoda merancang, produk yang dihasilkan (rancangan), atau pun disiplin ilmu yang digunakan (disain).

Tidak ada disebutkan di situ bahwa kamu dituntut untuk menciptakan mahakarya yang bisa mengguncang dunia, atau ketelitian guratan pensil/kuas tiap kamu membuat karya seni. Pada intinya, yang penting itu adalah bagaimana kamu sebagai desainer grafis bisa menyampaikan informasi / pesan seefektif mungkin melalui bahasa visual. Ini dia kenapa fakultas ini juga sering disebut Desain Komunikasi Visual atau DKV karena pada akhirnya misi besar dalam bidang ini itu adalah:

Apakah kamu mampu membuat visual yang dapat menyampaikan pesan secara efektif dan bermakna?

Lain soal jika kamu memang mau menggeluti bidang seperti ilustrasi, di mana kemampuan menggambar itu adalah salah satu faktor yang sangat penting, dan jika kamu tidak bisa menggambar, itu bisa berarti kamu tidak akan ke mana-mana dalam karir kamu.

Illustration Compiled.jpg

Gambar 2: Kompilasi contoh hasil karya orang-orang yang bergelut di bidang ilustrasi dari berbagai sumber.

Sebetulnya jika ditelaah secara seksama pun, kedua pelukis yang saya sebut di atas (Picasso dan Van Gogh) bukanlah pelukis yang dikenal karena keahlian menggambar mereka seperti halnya Michelangelo—Picasso dan Van Gogh, keduanya dikenal karena konsep dan gaya menggambar (art style) mereka yang unik dan sangat revolusioner pada zamannya. Tentunya pada topik ini, hal ini sangat relevan—para pelukis-pelukis pun yang dituntut kompetensinya dalam menggambar secara khusus tidak harus selalu punya keahlian yang luar biasa untuk bisa menonjol di antara yang lain.

Sebagai contoh, jika kita menengok karya Michelangelo di zaman keemasannya, kita semua akan bisa dibuat takjub dan kagum akan detil dari lukisan dan keahlian sang pelukis menggambar di alas-alas lukis yang tidak biasa, dan tidak jarang juga dia melukis di tempat-tempat yang sangat sulit dijangkau tanpa alat bantu, seperti langit-langit bangunan:

Sistine-Chapel-Ceiling.jpg

Gambar 3: Lukisan langit-langit di Sistine Chapel oleh Michelangelo, Kota Vatikan, 1508-1512. Sumber.

Di sisi lain, jika kita menengok sejumlah karya Picasso atau Van Gogh, yang kita temukan tidaklah sama—lukisan-lukisan terkenal Picasso dan Van Gogh keduanya tidaklah sulit secara teknik maupun eksekusi:

T05010_10.jpg

Gambar 4: Weeping Woman (Wanita Tersendu) adalah salah satu karya buatan Pablo Picasso yang sangat terkenal yang dibuat di tahun 1937. Sumber.

Atau karya ini yang kamu mungkin pernah lihat:

1280px-Van_Gogh_-_Starry_Night_-_Google_Art_Project.jpg

Gambar 5: The Starry Night (Malam Berbintang) oleh Vincent Van Gogh, 1889. Lukisan ini adalah salah satu karya seni Van Gogh yang telah mendunia. Sumber.

Dari sini kamu bisa melihat bahwa dalam segi teknik dan eksekusi, tentu Michelangelo berada di level yang jauh di atas Picasso dan Van Gogh, namun ketiga pelukis ini adalah seniman-seniman legendaris yang memiliki karakteristik masing-masing. Hal ini adalah hal yang cukup penting juga untuk diingat semua praktisi desain dan/atau seni, bahkan sampai ke zaman modern seperti ini—bahwa tidaklah harus terlalu berbakat untuk bisa sukses di bidang yang diminati, jika kemauan untuk berusaha dan berinovasi itu masih ada.

Terutama dalam fakultas desain grafis, faktor konsep dan ide unik di sini justru jauh lebih penting lagi—seperti sudah saya sebut, di bidang ini sebetulnya yang penting itu adalah selera artistik (seperti selera memadukan warna), keahlian kamu mempelajari gerak-gerik pasar komersil (karena desain adalah seni yang digunakan untuk kepentingan komersil) dan juga minat terhadap tren sosial (mempelajari pop culture bisa membuahkan banyak inspirasi). Ini dikarenakan desain grafis itu bukanlah seni halus (fine art) di mana keahlian menggambar itu salah satu bagian terpenting dari penekunan ilmu itu sendiri.

Namun sekali lagi, perlu saya tekankan bahwa bukan artinya tidak bisa menggambar itu tidak apa-apa dalam desain grafis—saya hanya menekankan bahwa di desain grafis, itu bukanlah prioritas utama. Jika kamu bisa menggambar, tentunya ini akan memberikan kamu banyak ruang untuk berkreasi yang lebih luas, dan tentunya juga memberikan kamu keunggulan di antara mereka yang tidak bisa menggambar.

Di sisi lain, jika kamu berada di posisi di mana kemampuan menggambar kamu kurang mumpuni, itu artinya kamu harus bisa berusaha lebih giat dan belajar menemukan karakteristik desain kamu sendiri di mana kamu tidak harus terlalu banyak menggambar. Dengan kata lain, kamu harus bisa tahu di mana kelebihan kamu sembari belajar bagaimana bisa mengatasi kekurangan kamu di saat berkarya. Jika kamu mengerti ini, bukanlah tidak mungkin kamu bisa jauh lebih maju dibanding mereka yang lebih pandai menggambar.

Sample Art Compiled.jpg

Gambar 6: Kompilasi contoh karya desain grafis yang minim ilustrasi. Kamu bisa menggunakan metode-metode lain selain menggambar seperti kolase, membuat gambar dari pola, atau mencampurkan berbagai elemen yang berbeda untuk membuat desain yang apik. Sumber.

Pada akhir kata, seperti halnya juga di bidang lain—seringkali kreativitas untuk berinovasi dan kegigihan dalam berkarya itu yang bisa jadi faktor yang lebih besar dibanding bakat dan talenta saja. Toh pada akhirnya, jika orang yang berbakat itu tidak mengembangkan bakatnya, lama kelamaan dia juga akan tersaingi oleh orang lain yang lebih gigih dalam berkarya.

Jadi jangan berkecil hati dulu—banyak sekali kemungkinan yang bisa kamu ciptakan, jika kamu memang betul-betul mau dan berniat untuk menekuni bidang ini. Apalagi di zaman seperti sekarang ini, kemajuan teknologi juga sudah sangat membantu para desainer dan seniman untuk bisa berkarya lebih mudah lewat program-program canggih (Adobe Photoshop, CorelDraw) dan alat-alat mutakhir (pen grafis Wacom) yang bisa membantu mereka untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan konvensional, seperti di saat-saat semua teknologi ini tidak ada.

Semoga ini membantu.

Catatan Kaki

  1. Desain grafis – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
  2. Pengertian Desain Grafis
  3. What can I do with an illustration degree?

Terima kasih untuk permintaan jawabannya:

2018-11-26 Pertanyaan 1.png

Jika teori evolusi benar, akan berevolusi menjadi apakah manusia dalam satu juta tahun?

Teori evolusi sendiri itu sebetulnya memang benar dan sudah terbukti, namun jika kamu bertanya tentang evolusi manusia yang selanjutnya, saya kira perlu dimengerti juga bahwa evolusi manusia dan makhluk hidup lain itu tidak seperti evolusi yang kamu lihat di film-film kartun seperti Pokémon atau Digimon, di mana seakan-akan makhluk “monster” di film tersebut bisa sewaktu-waktu berubah bentuk ke jenis atau spesies lain dalam sekejap mata.

Evolusi itu adalah proses yang terus berjalan, dan proses ini adalah proses yang sangat, sangat lama. Sebelum kita mengerti apa yang terjadi dalam proses evolusi, salah satu hal yang harus dimengerti juga adalah kurun waktu evolusi itu sendiri. Evolusi bukanlah satu hal yang bisa kita pantau dan amati dalam waktu yang singkat, atau dalam kurun waktu satu/dua generasi satu spesies tertentu saja. Proses dan bukti dari evolusi harus diamati dengan kurun waktu yang lebih luas, seperti puluhan, ratusan atau ribuan tahun lamanya sampai ke titik di mana proses evolusi ini bisa secara samar-samar terlihat perjalanan nya. Karena jika kamu kurang paham terhadap kurun waktu evolusi, besar kemungkinan kamu bisa menjadi salah kaprah tentang bagaimana satu makhluk hidup itu berevolusi.

Kita pun pada saat ini, sebetulnya masih “berevolusi”, karena mutasi dalam kode genetik kita itu terjadi terus menerus, sangat perlahan-lahan, seiiring dengan hidup kita dan bagaimana kita semua ini beradaptasi ke lingkungan kita masing-masing. Manusia seperti kita ini (Homo sapiens) juga sebetulnya bisa ada sekarang karena hasil dari evolusi yang sangat sangat lama, dan spesies kita pun sebetulnya tergolong cukup baru, yaitu berasal dari sekitar 200.000 tahun yang lalu. Angka itu mungkin terkesan sangat lama sekali, dan kamu mungkin terkejut saat saya bilang “baru” itu adalah 200.000 tahun. Nah, di sini lah yang saya tekankan tadi; kamu harus paham dulu bahwa dalam proses evolusi, kurun waktu yang kita gunakan itu berbeda dengan persepsi waktu yang kita gunakan sehari-hari, di mana “baru” itu maksudnya mungkin hanya 1-2 hari atau semingguan saja. Dalam evolusi itu 200.000 tahun itu tergolong baru, karena proses dari evolusi secara keseluruhan itu telah memakan waktu sudah sekitar milyaran tahun lamanya, sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan oleh para peneliti sejauh ini. Karena dari itu lah, 200.000 tahun itu secara relatif adalah waktu yang singkat sekali jika dibandingkan dengan jangka waktu milyaran tahun.

24e93512fcc08ff8f848ce4b0eba6298.jpg

Gambar: Diagram perjalanan evolusi makhluk hidup yang telah disederhanakan. Sumber.

Kamu juga perlu paham bahwa untuk satu spesies bisa digolongkan menjadi “spesies baru” itu butuh kriteria-kriteria tertentu yang dibutuhkan. Hal-hal seperti perbedaan dari struktur anatomi tubuh, ukuran otak, struktur otak, dan juga perbedaan dalam level genetika yang hanya bisa diperiksa melalui peralatan ilmiah yang canggih.

Di sisi lain, salah satu hal yang cukup signifikan dalam penentu apakah 2 organisme itu tergolong dalam spesies yang berbeda juga ada di kemampuan mereka bereproduksi. Jadi, salah satu faktor mudah yang kamu bisa ingat, adalah jika 2 organisme itu tidak bisa bereproduksi, atau bisa namun menghasilkan anak yang tidak fertil, di situ juga letak penentu penting apakah 2 spesies yang kamu lihat ini bisa digolongkan berbeda, walau terlihat sekilas sama. Contoh dari hal ini adalah seperti dalam kasus binatang bagal atau muleyaitu binatang hasil dari perkawinan antara keledai jantan dan kuda betina, di mana walau mereka (keledai jantan dan kuda betina) mampu melakukan seks dan menghasilkan anak, bagal lahir agak cacat secara genetik yang membuat semua bagal itu mandul. Ini sama halnya seperti kamu melihat bahwa monyet dan simpanse itu, walau sama-sama primata, tidak melakukan reproduksi antara satu sama lain, karena mereka sudah 2 jenis spesies binatang yang berbeda.

Dalam hal ini, untuk Homo sapiens “berevolusi menjadi” satu hal yang baru – sepengetahuan saya saja – itu adalah hal yang tidak mudah, karena pada dasarnya, untuk itu bisa terjadi, satu kelompok manusia harus bisa berevolusi sedemikian rupa sehingga mereka tidak bisa berhubungan seksual dengan Homo sapiens atau mungkin bisa, namun berakhir menghasilkan anak yang hampir selalu mandul dalam prosesnya.

Nah, menuju pertanyaan kamu ini:

[…] akan berevolusi menjadi apakah manusia dalam satu juta tahun?

Hal itu tentu tidak ada yang betul-betul bisa menjawab, apakah manusia akan berevolusi menjadi apa, apalagi jika kurun waktunya itu jutaan tahun. Namun, jika dilihat dari tren yang ada saat ini, besar kemungkinan manusia Homo sapiens akan tetap menjadi manusia seperti sekarang ini, dengan perbedaan di cara berpikir kita (karena tiap generasi terus beradaptasi dengan teknologi-teknologi baru), umur kita yang bisa menjadi lebih panjang (kualitas hidup yang sudah lebih baik dari waktu ke waktu), dan bisa jadi juga kita tidak hanya menggunakan produk-produk teknologi dalam kehidupan sehari-hari; lama kelamaan, kita juga bisa memasang produk teknologi ke bagian-bagian tubuh kita, seperti contoh teknologi prosthetics di video ini:

Video: Beyond bionics: how the future of prosthetics is redefining humanity

Sebetulnya mesin yang dipasangkan ke dalam tubuh manusia itu bukan lah hal baru, karena teknologi seperti alat pacu jantung sudah cukup lazim digunakan di mana-mana untuk penderita masalah jantung yang cukup berat. Namun karena teknologi ini masih ditanam di dalam tubuh, mungkin kebanyakan orang tidak begitu sadar jika ada salah satu dari teman, anggota keluarga atau orang-orang asing di jalan memiliki hal ini tertanam di dalam tubuhnya. Beda halnya memang seperti teknologi prosthetics, di mana alat/mesin yang ditanam di tubuh itu jelas sekali terlihat secara kasat mata, karena teknologi ini memang berguna untuk menggantikan tangan atau kaki yang tidak ada atau telah diamputasi karena masalah kesehatan tertentu.

Jadi di akhir kata, kalau menurut saya pribadi, manusia spesies Homo sapiens kemungkinan besar akan terus menjadi spesies yang sama (Homo sapiens) untuk beberapa waktu ke depan, karena berbagai faktor yang tidak mendukung kita untuk bisa membuat “tangkai evolusi baru” dalam waktu dekat. Namun karena manusia adalah satu-satunya spesies di Bumi yang bisa mengeksploitasi hukum alam untuk membuat produk-produk mutakhir demi membantu kehidupan kita secara luas, besar kemungkinan di masa depan, cyborg, atau organisme yang memiliki campuran anggota tubuh organik dan mesin di tubuhnya, itu bisa menjadi suatu kenyataan. Memang, semua ini bisa jadi terdengar seperti sains-fiksi, namun melihat bagaimana teknologi sains yang sudah berkembang sangat pesat di beberapa tahun ke belakang ini terus berkembang lebih cepat lagi, sulit rasanya untuk mengabaikan kemungkinan hal-hal itu bisa terjadi, cepat atau lambat.

Tapi ini hanya sekedar pendapat saya dari apa yang saya tahu saja. Tentunya karena saya bukanlah peneliti atau orang yang bergelut di dunia sains dan ilmu ilmiah, apapun yang saya bilang di sini patut diperiksa kembali dan divalidasi oleh orang-orang yang lebih ahli di bidang ini.

Semoga ini menjawab pertanyaan kamu.

Catatan Kaki

  1. Manakah konsep asal penciptaan manusia yang lebih kamu yakini, manusia berasal dari kera atau manusia berasal dari manusia?
  2. Yes, humans are still evolving. Here’s how you can tell.
  3. Humans are still evolving—and we can watch it happen
  4. Early Modern Homo sapiens
  5. Mule Facts
  6. The Magic of Reality: How We Know What’s Really True, pg. 65
  7. What will humans look like in a million years?
  8. Siapa saja yang butuh pasang alat pacu jantung?
  9. The future of self-driving cars, explained

Terima kasih untuk permintaan jawabannya:

2018-11-14 Pertanyaan 1.png

What is a simple truth about death that most people ignore?

Short answer: The idea that death, especially rituals surrounding it, don’t always have to be explained through a religious lens. I’d even go as far as to say that death and the way we manage them don’t have to be explained through any supernatural lens at all, since we now know so much better about how human body works. I will explain shortly why I feel I need to talk about this.

Long answer: The problem might or might not be there depending on where you live. But here where I live, this problem is very well apparent and it is often used as a “check-mate” tool to get non-religious people or atheist to be quiet about their “atheism”. I’ve been seeing this problem way too often that I’d like it to be, and I seriously think that I need to make an article out of this, seeing how misled some people really are in thinking about this problem.

It is often argued here that when it comes to atheists or non-religious people, they don’t have things like burial ritual or explanation on what comes after death. The reasoning for this goes beyond what I considered normal, as on the attached article [1] itself the original poster actually mentioned this:

2018-11-09 Kaskus.PNG

“I want to ask you guys atheists: if you die, then how should we manage your corpse? Would your body be buried just like burying animals, since atheists don’t believe there is a creator?

Please enlighten us any believer of atheism out there, I want to know”

Now it’s important to note that I don’t necessarily think the original poster have a malicious intent, despite the rather outrageous remark that atheists equal animals, but you have to acknowledge that this forum Kaskus is one of the biggest forum here in Indonesia, and to think that this sort of idea actually being circulated around is worth noting.

Also, it’s not just on the forums that people are doing this; in many offline, online and on-air TV discussion, sometimes this topic is also brought up rather casually, and since not too many people actually bothered to check, you might be surprised at how widely believed this idea is on the big picture.

Now let me just explain why I think this whole idea about how death and atheism don’t really have much to do with each other.

Atheism is for one, simply a lack of belief in god/gods. The OP is right in this regard, but this is also the only and the last time the OP is right about anything.

Atheism comes from the Greek word ‘atheos’, meaning ‘non-belief’. If you study the language a little bit, the prefix ‘a-‘ to any Greek word is simply ‘not’. It’s like, say, when you consider yourself a heavy coffee drinker, you might want to call yourself ‘coffeeholic’, but if you don’t, then you can call yourself ‘acoffeeholic’, or simply being a normal person not drinking coffee that much. Atheism has no role whatsoever in things like death, burial, or anything else in between. It doesn’t meddle with anything, since (one way of putting it) the real essence of being atheist is simply a choice of not wanting to be meddled with by religion and religious people on personal affairs. And contrary to some people’s perception, this does not suddenly make atheists somehow immune or phobic to cultural tradition or rituals that have anything to do with or without a religion, the way religious people would often avoid anything that goes against their religious beliefs or rituals, such as what people often call ‘satanic practices’.

Now, burial as a concept itself isn’t exactly complicated. You have a deceased person, and you want to keep them somewhere safe, easily accessible for future visit while at the same time, creating a symbol of their life’s commemoration. I argue that burying a dead body is simply a long-standing tradition and partly an instinct to keep them out of sight, since, to put it frankly, a rotten corpse is probably the last thing someone want to stumble upon. Burying them is just one way to prevent their dead bodies to be found out in the open, and those who delve in the forensic business would know best how much of a problem that could be.

Now, on the social and cultural aspect of this, many cultures all around the globe, from ancient times to the modern world, have invented so many ways to bury someone, usually according to respective local customs.

Take a look at cemeteries from all around the world:

2018-11-09 Cemeteries.jpgImage 1: Montage of cemeteries from different parts of the globe.

You would see that in every account, regardless of religious beliefs or lack thereof, humans at large have an observable tendency to bury their dead. They are also very likely to make them look in a certain way, or to engrave a message on the tombstones so as to honor the deceased, either per request or on each family’s own incentives.

Not rarely, the size, design and the shape of the tombstones would tell you a lot of things about the dead as well, with smaller tombstones might mean that the family of the dead might be of modest background, while the larger ones might signify more wealth being spent on the burial of the deceased which means the family of the deceased might be of a wealthy background. You would also see that the design of the tombstones would sometimes be customized as to follow the family’s cultural and/or religious background, or simply using any material abundant for use for tombstones at the time of burial.

Other than burial, we also have cremation, which basically means the burning of a dead body. Some people and culture do allow the cremation ritual:

2018-11-09 Cremation.jpg

Image 2: Montage of cremation process from around the globe.

As you can see again, regardless of respective cultural or religious beliefs of each rituals, the practice of burning the dead itself isn’t really exclusive to any one of them. China is widely atheistic, with Nepali and Balinese are mainly Hindus. In that regard, it is observable that different people from different culture tend to do it differently depending on how they like it to be, but the idea is still consistent; you’d like to remove the dead body so that you can get them out of sight, or so they can leave peacefully, so to speak.

So with all that being said, I really hope you could see the rituals of burying, cremating or any “management of the dead” (as it has became a business at this point), isn’t exactly something that is exclusively monopolized by religion or tradition alone. Religions and cultural traditions do have impact on how they are done, but it is in no way an idea invented, owned, or even solely practiced by the religious, nor it belongs to spesific religion and contained/practiced in spesific religious rituals alone. It is simply a long-standing habit and (perhaps) an instinct of humans to keep the dead separated from the lives of the living.

Footnotes

  1. Gimana kalo Ateis mati? Dikubur dengan cara apa?

Thank you for the answer request:

2018-11-09 Request.PNG

Hello (Again) World!

Hello there folks. I am currently thinking to bring back some of my content from Quora over to WordPress. Also some from Medium too I guess. I thought that since both sites aren’t really platforms where you can just write freely without being systematically made to care about things like numbers, votes, claps or trying to get people to stroke personal ego, I figured I just put them in place like this.

I explained a bit of who I am here: About Blog Owner. You can read it up to see what is this blog all about and who I am there. I can’t be bothered to re-explain everything here so just click that link to have some impression going.

Okay so first thing I’m going to do is to transfer my content chronologically from Quora, then group it up by category. I think it’s a good enough plan for the time being so hey, if you’ve been reading up my content there might not be any new ones for a couple of days or weeks so bear with me here. If I’m done with them then I guess I’ll carry on with new contents.

Now for the sake of my own convenience, I’ll back date a lot of the content posted here so that it makes more sense than just posting things up all several days in a row. But a note for you and for myself, this blog is officially started on Saturday, 03 November 2018. So any real “new content” should come after that date.

Cheers!